Rumah Peraga untuk Praktek Efisiensi Pencahayaan Alami dalam Bangunan Arsitektur Tropis
Arsitektur adalah seni atau
praktik perancangan dan pembangunan struktur dan konstruksi bangunan. Dalam
arti yang lebih luas, arsitektur dapat mencakup merancang dan membangun
keseluruhan lingkungan binaan level makro, misalnya perencanaan kota, tidak
hanya satu bangunan dan pelengkapnya saja.
Arsitek memiliki tanggung jawab
pada pengguna jasa. Pengguna jasa sangat berorientasi terhadap hasil final,
bukan spesifik hanya konstruksi dan struktur bangunan saja. Secara otomatis,
lingkungan dan isi dari bangunan itu sendiri
Unsur-unsur arsitektur adalah
berbagai elemen yang membentuk suatu kesatuan arsitektur. Artinya, arsitektur
terdiri dari beberapa unsur terkecil yang menyokongnya agar dapat menjadi utuh.
Unsur-unsur arsitektur terdiri dari tiga penggolongan utama, yaitu: unsur
fisik, penerimaan, dan konseptual. Di bawah ini adalah penjabaran
masing-masing unsur tersebut.
1.
Unsur Fisik
Dalam arsitektur, unsur fisik berupa bentuk dan ruang, di sini harus
diperhatikan bagaimana sistem dan struktur yang diterapkan, apa saja teknologi
yang dipakai.
2.
Unsur Penerimaan
Berlawanan dengan unsur fisik, ini adalah unsur psikologis dari suatu arsitektur.
Apakah manusia akan nyaman menghuni bangunan ini? Apakah jalan masuk dan keluar
seseorang mengalir dan mudah untuk ditebak?
3.
Unsur Konseptual
Apakah selain dapat diterima dengan baik bangunan/lingkungan ini juga ingin
menyampaikan suatu makna? Atau ingin membuat simbol tertentu?
Sementara itu untuk
mencapai keindahan atau estetika yang diinginkan, suatu bentuk bangunan tetap
bertumpu pada unsur dan prinsip dasar rupa/desain. Karena sejatinya yang
dirancang dan dibangun adalah tetap sebuah objek visual.
Pengertian Arsitektur Tropis
Arsitektur Tropis adalah suatu konsep
bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis. Letak geografis Indonesia yang
berada di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki dua iklim, yakni
kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan sinar
matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul ide
untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan gedung maupun rumah yang dapat
memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
A. Arsitektur Tropis Kering
1. Ciri-ciri iklim
tropis kering:
• Kelembaban rendah
• Curah hujan rendah
• Radiasi panas langsung tinggi
• Suhu udara pada siang hari tinggi dan pada malam
hari rendah (45o dan -10oCelcius)
• Jumlah radiasi maksimal, karena tidak ada awan.
• Pada malam hari berbalik dingin karena radiasi
balik bumi cepat berlangsung (cepat dingin bila dibandingkan tanah
basah/lembab).
• Menjelang pagi udara dan tanah benar-benar dingin
karena radiasi balik sudah habis. Pada siang hari radiasi panas tinggi dan
akumulasi radiasi tertinggi pukul 15.00. Sering terjadi badai angin pasir
karena dataran yang luas.
• Pada waktu sore hari sering terdengar suara ledakan
batu-batuan karena perubahan suhu yang tiba-tiba drastis.
Di daerah benua atau daratan yang cukup luas,
banyak terdapat gurun pasir karena di tempat itu jarang terjadi hujan, bahkan
dapat dikatakan tidak terjadi sama sekali, karena angin yang melaluinya sangat
kering, tidak mengandung uap air. Uap air yang terkandung di udara sudah habis
dalam perjalanan menuju ke pedalaman benua itu, atau juga karena terhalang oleh
daratan tinggi atau gunung, sehingga daerah itu menjadi sangat panas dan tidak
ada filter pada tanah dari sengatan sinar matahari, yang mengakibatkan bebatuan
hancur menjadi pasir. Suhu di padang pasir dapat mencapai 50o C
hingga 60o C di siang hari, dan di malam hari dapat mencapai -1o C.
2. Strategi untuk perancangan bangunan:
• Mempergunakan bahan-bahan dengan time lag tinggi
agar panas yang diterima siang hari dapat menghangatkan ruangan di malam hari.
Konduktivitas rendah agar panas siang hari tidak langsung masuk ke dalam
bangunan. Berat jenis bahan tinggi, dimensi tebal agar kapasitas menyimpan
panas tinggi.
• Bukaan-bukaan dinding kecil untuk mencegah radiasi
sinar langsung dan angin atau debu kering masuk sehingga mempertahankan
kelembaban.
• Memperkecil bidang tangkapan sinar matahari dengan
atap-atap datar dan rumah-rumah kecil berdekatan satu sama lain saling
membayangi, jalan-jalan sempit selalu terbayang. Atap datar juga untuk
menghindari angin kencang, karena curah hujan rendah.
• Menambah kelembaban ruang dalam dengan air mancur
yang dibawa angin sejuk.
• Pola pemukiman rapat dan jalan yang berbelok untuk
memotong arus angin
• Bangunan efisien bila rendah, masif dan padat.
B. Arsitektur Tropis Lembab
1. Ciri Iklim Tropis Lembab:
DR. Ir. RM.
Sugiyanto, mengatakan bahwa ciri-ciri dari iklim tropis lembab sebagaimana yang
ada di Indonesia adalah “kelembaban udara yang tinggi dan temperatur udara yang
relatif panas sepanjang tahun”. Kelembaban udara rata-rata adalah sekitar 80%
akan mencapai maksimum sekitar pukul 06.00 dengan minimum sekitar pukul 14.00. Kelembaban
ini hampir sama untuk dataran rendah maupun dataran tinggi.
Daerah pantai dan
dataran rendah temperatur maksimum rata-rata 320C.makin tinggi letak suatu
tempat dari muka laut, maka semakin berkurang temperatur udaranya. Yaitu
berkurang rata-rata 0,60C untuk setiap kenaikan 100 m. ciri lainnya adalah
curah hujan yang tinggi dengan rata-rata sekitar 1500- 2500 mm setahun. Radiasi
matahari global horisontak rata-rata harian adalah sekitar 400 watt/m2 dan
tidak banyak berbeda sepanjang tahun, keadaan langit pada umumnya selalu
berawan. Pada keadaan awan tipis menutupi langit, luminasi langit dapat
mencapai 15.00 kandela/m2.Tinggi penerangan rata-rata yang dihasilkan menurut
pengukuran yang pernah dilakukan di Bandung untuk tingkat penerangan global horizontal
dapat mencapai 60.000 lux. Sedangkan tingkat penerangan dari cahaya langit
saja, tanpa cahaya matahari langsung dapat mencapai 20.000 lux dan tingkat
penerangan minimum antara 08.00 – 16.00 adalah 10.000 lux.
Iklim tropis
lembab dilandasi dengan perbedaan suhu udara yang kecil antara siang hari dan
malam hari, kelembaban udara yang tinggi pada waktu tengah malam serta cukup
rendah pada waktu tengah hari. Kecepatan angin ratarata pada waktu siang hari
dapat digambarkan sebagai memadai untuk kenyamanan, yaitu sekitar 1.0 m/det.
Pada waktu musim hujan yaitu sekitar 2.0 m/det. Pada waktu musim panas akan
memberikan gambaran tersendiri mengenai upaya pencapaian pendinginan pasif
bangunan. Sekalipun terdapat kondisi yang luar batas kenyamanan thermal manusia,
sebenarnya terdapat potensi iklim natural yang dapat mewujudkan terciptanya
kenyamanan dengan strategi lain. Kenyamanan tersebut tercapai dengan interaksi
antar fungsi iklim dengan lingkungan maupun dengan pemanfaatan teknologi.
2. Kriteria Perencanaan pada Iklim Tropis Lembab
Kondisi iklim
tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam perancangan bangunan dan
lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor-faktor spesifik yang hanya
dijumpai secara khusus pada iklim tersebut, sehingga teori-teori arsitektur,
komposisi, bentuk, fungsi bangunan, citra bangunan dan nilai-nilai estetika
bangunan yang terbentuk akan sangat berbeda dengan kondisi yang ada di wilayah
lain yang berbeda kondisi iklimnya. Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo, kondisi yang
berpengaruh dalam perancangan bangunan pada iklim tropis lembab adalah, yaitu :
A. Kenyamanan Thermal
Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal
yang dirasakan oleh manusia bukan oleh benda, binatang, dan arsitektur, tetapi
dikondisikan oleh lingkungan dan benda-benda di sekitar arsitekturnya.
Untuk mencapai kenyamanan thermal haruslah di mulai
dari Kualitas udara di sekitar kita yang harus memiliki kriteria :
·
Udara di sekitar
rumah tinggal tidak mengandung pencemaran yang berasal dari asap sisa
pembakaran sampah, BBM, sampah industru, debu dan sebagainya.
·
Udara tidak
berbau, terutama bau badan dan bau dari asap rokok yang merupakan masalah
tersendiri karena mengandung berbagai cemaran kimiawi walaupun dalam variable
proporsi yang sedikit.
Prinsip dari pada kenyamanan thermal sendiri
adalah, teciptanya keseimbangan antara suhu tubuh manusia dengan suhu
tubuh sekitarnya. Karena jika suhu tubuh manusia dengan lingkungannya memiliki
perbedaan suhu yang signifikan maka akan terjadi ketidak nyamanan yang di
wujudkan melalui kepanasan atau kedinginan yang di alami oleh tubuh Usaha untuk
mendapatkan kenyamana thermal terutama adalah mengurangi perolehan panas,
memberikan aliran udara yang cukup dan membawa panas keluar bangunan serta
mencegah radiasi panas, baik radiasi langsung matahari maupun dari permukaan
dalam yang panas. Perolehan panas dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau
material yang mempunyai tahan panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang
menembus bahan tersebut akan terhambat. Permukaan yang paling besar menerima
panas adalah atap. Sedangkan bahan atap umumnya mempunyai tahanan panas dan
kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding. Untuk mempercepat kapasitas
panas dari bagian atas agak sulit karena akan memperberat atap. Tahan panas
dari bagian atas bangunan dapat diperbesar dengan beberapa cara, misalnya
rongga langit-langit, penggunaan pemantul panas reflektif juga akan memperbesar
tahan panas. Cara lain untuk memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu:
• Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur
dan barat.
• Melindungi dinding dengan alat peneduh.
Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil
penyerapan panas dari permukaan, terutama untuk permukaan atap. Warna terang
mempunyai penyerapan radiasi matahari yang kecil sedang warna gelap adalah
sebaliknya. Penyerapan panas yang besar akan menyebabkan temperature permukaan
naik. Sehingga akan jauh lebih besar dari temperatur udara luar. Hal ini
menyebabkan perbedaan temperatur yang besar antara kedua permukaan bahan, yang
akan menyebabkan aliran panas yang besar.
B. Aliran
Udara Melalui Bangunan
-
Sirkulasi Udara
Prinsip upaya perancangan
bangunan pada daerah beriklim tropis yang benar harus mempertimbangkan
pemanfaatan sebanyak mungkin kondisi alam, diantaranya adalah pengupayaan
pemikiran penghawaan alami untuk memenuhi kebutuhan udara dan kelancaran
sirkulasi udara pada bangunan tersebut.
Brown (1987:123) menyebutkan bahwa prinsip
terjadinya aliran udara adalah, mengalirnya udara dari daerah bertekanan tinggi
kearah daerah yang bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara terjadi karena
adanya perbedaan temperatur pada masing-masing daerah tersebut, dimana secara
horizontal akan menimbulkan perbedaan tekanan dan secara vertikal akan
menimbulkan perbedaan berat jenis.
Dalam upaya pemanfaatan penghawaan alami, perlu
diperhatikan bahwa pengaliran udara yang perlahan-lahan namun kontinyu sangat
mutlak diperlukan, agar udara didalam ruangan selalu diganti dengan udara yang
bersih, sehat, segar dan terasa nyaman. Pada kegiatan rumah tinggal, pergantian
udara bisa dikatakan baik apabila udara didalam ruangan dapat selalu berganti
sebanyak 15 m3/orang/jam, semakin kecil ukuran ruang, maka frekuensi pergantian
udara harus semakin sering.
Keterlambatan atau kekurangan volume pergantian
udara didalam ruang akan meningkatkan derajat kelembaban ruang, yang akan
menimbulkan perasaan tidak nyaman, disamping itu udara kotor sisa gas buang
yang tidak secepatnya tersalur keluar akan sangat merugikan kesehatan pemakai
ruang. Sebagai pedoman, suatu ruang akan terasa nyaman untuk tubuh apabila
kelembaban didalam ruang tersebut berkisar antara 40 – 60%. Pada ruang-ruang
yang jarang terkena pengaruh panas sinar matahari, maka pengendalian kelembaban
sangat ditentukan oleh kelancaran sirkulasi udara yang mengalir didalam ruang
tersebut.
Kelembaban tinggi, disamping disebabkan oleh kurang
lancarnya sirkulasi udara didalam ruang dan kurangnya pengaruh sinar matahari,
juga disebabkan oleh faktor-faktor:
·
Air hujan:
Akibat merembesnya air hujan
dari luar dinding kedalam dinding bangunan, Akibat merembesnya air hujan yang
disebabkan oleh sistem talang air hujan yang tidak benar, misalnya talang datar
yang teletak diatas dinding memanjang, Penyusupan air hujan melalui sela daun
pintu, jendela dan lain-lain yang tidak rapat sempurna dan masih terkena
tampias air hujan.
·
Kondisi air tanah
Akibat merembesnya air dari
tanah melalui pondasi dan dinding ke lantai secara kapilerisasi. Dengan
demikian pemecahan teknis akibat adanya kelembaban tinggi secara rinci juga
tergantung dari penyebab utama timbulnya hal tersebut.
- Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Horisontal
Perancangan tata
ruang yang benar harus dengan memperhatikan kelancaran sirkulasi atau
pengaliran udara yang dapat melalui seluruh ruang-ruang yang dirancang.
Kelancaran aliran/ sirkulasi udara pada suatu susunan ruang bisa diperoleh
dengan:
Membuat
lubang-lubang ventilasi pada bidang-bidang yang saling berseberangan (cross
ventilation),
Memanfaatkan perbedaan suhu pada masing-masing
ruang, karena udara akan mengalir dari daerah dengan suhu rendah (yang
mempunyai tekanan tinggi) kedaerah dengan suhu tinggi (yang mempunyai tekanan
rendah).
Dengan memperhatikan dua hal diatas, dalam
perancangan tata ruang, perlu dipikirkan 1). Spesifikasi arah angin dominan
pada suatu lokasi dimana bangunan akan didirikan, dan 2). Dengan
memperhitungkan perancangan tata ruang yang dapat menghasilkan ruang dengan
kondisi suhu ruang yang bervariasi, untuk mengarahkan dan memperlancar
sirkulasi udara ruang, yaitu dengan upaya pengolahan pelubangan-pelubangan yang
berbeda-beda.
Pada kasus-kasus tertentu dapat terjadi, angin yang
datang masuk ke ruangan ternyata terlalu kencang, sehingga justru menimbulkan
perasaan yang tidak nyaman. Untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan dan
diupayakan adanya semacam louvre atau kisi-kisi yang dipasang
pada lubang tersebut. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai sarana untuk
membelokkan dan memperlambat kecepatan angin yang masuk ruangan, sehingga
ruangan bisa terasa nyaman. Brown (1987:87) menyatakan bahwa dengan dipasangnya
louvre atau kisi-kisi tersebut, dapat mengurangi kecepatan angin dari 9 - 40
km/jam menjadi 5 – 7,5 km/jam.
- Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Vertikal.
Mangunwijaya (1980:153) menyebutkan bahwa prinsip
perancangan ventilasi vertikal adalah berdasarkan suatu teori bahwa udara kotor
dan kering akan selalu mengalir keatas secara alamiah, sedangkan udara
segar dengan berat jenis yang lebih besar akan selalu mengalir kebawah
atau selalu mendekati lantai.
Prinsip diatas harus diperhatikan dalam upaya
perancangan tata ruang, sehingga pembuangan udara kotor keluar ruangan dan
suplai udara segar ke dalam ruangan dapat terpenuhi.
Penerapan
prinsip-prinsip tersebut pada perancangan fisik ruang mencakup:
o
Pelubangan dan
atau kisi-kisi pada langit-langit, yang memungkinkan udara kotor dan kering
bisa menerobos keluar ruangan secara vertikal,
o
Adanya pori-pori
pada atap, aplikasinya pada susunan genting yang masih mempunyai sela-sela.
o
Penerapan “skylight”,yaitu
upaya memanfaatkan sinar matahari dengan sistem pencahayaan dari atap, yang
dikombinasikan dengan lubang-lubang ventilasi vertikal pada daerah tersebut,
dengan demikian panas akibat adanya radiasi sinar matahari dari skylight bisa
berfungsi sebagai penyedot udara, hal ini disebabkan didaerah tersebut terjadi
tekanan udara rendah akibat timbulnya kenaikan suhu udara,
Mangunwijaya juga menyebutkan bahwa, perencanaan
penghawaan alami pada perencanaan bangunan akan lebih efektif apabila merupakan
penggabungan antara sistem ventilasi horisontal dengan sistem ventilasi
vertikal, karena kedua sistem tersebut akan saling menunjang. Berdasarkan
penelitian, upaya tersebut ternyata bisa menaikkan tingkat keberhasilan 10%
dibandingkan apabila sistem tersebut diterapkan secara terpisah.
Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah
A. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu
penyediaan oksigen untuk pernafasan, membawa asap dan uap air keluar ruangan,
mengurangi konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau.
B. Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal,
mengeluarkan panas, membantu mendinginkan bagian dalam bangunan.
Aliran udara terjadi karena adanya gaya thermal
yaitu terdapat perbedaan temperatur antara udara di dalam dan diluar ruangan
dan perbedaan tinggi antara lubang ventilasi. Kedua gaya ini dapat dimanfaatkan
sebaikbaiknya untuk mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki. Jumlah
aliran udara dapat memenuhi kebutuhan kesehatan pada umumnya lebih kecil
daripada yang diperlukan untuk memenuhi kenyamanan thermal. Untuk yang pertama
sebaiknya digunakan lubang ventilasi tetap yang selalu terbuka. Untuk memenuhi
yang kedua, sebaiknya digunakan lubang ventilasi yang bukaannya dapat diatur.
3. Penerangan Alami pada Siang Hari
Di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya cahaya ini untuk penerangan siang hari di dalam bangunan. Tetapi
untuk maksud ini, cahaya matahari langsung tidak dikehendaki masuk ke dalam
bangunan karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar
matahari pada pagi hari. Cahaya langit yang sampai pada bidang kerja dapat
dibagi dalam 3 (tiga) komponen :
• Komponen langit.
• Komponen refleksi luar
• Komponen refleksi dalam
Dari ketiga komponen tersebut komponen langit
memberikan bagian terbesar pada tingkat penerangan yang dihasilkan oleh suatu
lubang cahaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat penerangan pada
bidang kerja tersebut adalah :
• Luas dan posisi lubang cahaya.
• Lebar teritis
• Penghalang yang ada dimuka lubang cahaya
• Faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari
ruangan.
• Permukaan di luar bangunan di sekitar lubang
cahaya.
Pemanfaatan Sinar Matahari
Secara umum sinar matahari yang masuk kedalam
ruangan bisa dibedakan dalam beberapa jenis:
1. Sinar
Matahari Langsung, yang masuk kedalam ruang tanpa terhalang oleh apapun,
2.
Sinar matahari yang berasal dari pantulan awan,
Untuk nomor 1 dan 2 biasa disebut
sinar langit.
3.
Sinar matahari refleksi luar, yaitu sinar matahari hasil pantulan
(refleksi) cahaya dari benda-benda yang berada diluar bangunan, dan masuk
kedalam ruangan melalui lubang-lubang cahaya. Termasuk disini adalah sinar
matahari yang terpantul dari tanah, perkerasan halaman, rumput, pohon yang
selanjutnya terpantul kebidang kerja didalam ruangan (bidang kerja adalah suatu
bidang khayal atau anggapan, setinggi 75 cm dari lantai, yang dipergunakan
sebagai titik tolak perhitungan penyinaran).
4.
Sinar matahari refleksi dalam, yaitu sinar matahari pantulan cahaya dari
benda-benda atau elemen-elemen didalam ruang itu sendiri.
Sinar matahari
yang bermanfaat karena terangnya, juga akan mendatangkan panas, atau
setidak-tidaknya akan menaikkan suhu ruang, dengan demikian perlu diperhatikan
kenyataan:
1) Bahwa gangguan sinar matahari datang dari silau
sinarnya, dan kemudian sengatan panasnya
2) Sinar matahari disamping memberi terang juga
memberi panas.
Dari
kedua kenyataan diatas, perlu diambil langkah-langkah dalam upaya perancangan
tata ruang sebagai berikut:
• Dalam memanfaatkan sinar matahari, seoptimal
mungkin kita memanfaatkan sinarnya, namun sekaligus mengupayakan
langkah-langkah untuk bisa mengurangi panas yang timbul,
• Dalam memanfaatkan potensi sinar matahari, kita
tidak mengupayakan cahaya langsung, tapi cukup cahaya pantulan atau cahaya
bias.
• Untuk mendapatkan cahaya pantul/bias, lubang cahaya
harus diletakkan didaerah bayang-bayang.
• Pemanfaatan cahaya langsung didalam ruang biasanya
hanya dipergunakan pada suatu kasus atau keadaan khusus, yang memerlukan suatu
effek arsitektural khusus, kesan aksentuasi, atau untuk suatu fungsi-fungsi
tertentu saja.
Menurut Dirjend Cipta Karya, (1987:12), disebutkan
bahwa standard minimal lubang cahaya untuk ruang-ruang kegiatan sehari-hari
adalah 1/8-1/10 dari luas lantai. Dalam ungkapan fisik, biasanya disain lubang
cahaya merupakan pemikiran yang tidak terpisahkan dari disain lubang ventilasi,
dengan demikian rincian bentuk maupun perletakannya perlu dijabarkan lagi
dengan lebih detail dengan mempertimbangkan kedua aspek tersebut.
Derajat / tingkat Penyinaran.
Dalam kegiatan
perancangan bangunan, upaya pemikiran pemanfaatan sinar matahari perlu
memperhitungkan 3 faktor yang akan mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran
suatu ruang, yaitu:
• Ketinggian lubang cahaya
Yang dimaksud ketinggian lubang cahaya adalah jarak
vertikal yang diperhitungkan dari bidang kerja kearah ambang atas maupun ambang
bawah lubang cahaya.
• Lebar Lubang Cahaya
Lebar lubang cahaya merupakan dimensi horizontal dari lubang cahaya tersebut.
• Kedalaman ruang
Kedalaman ruang adalah jarak batas ruang terluar
dengan batas datang sinar (misalkan: panjang oversteck dimuka
ruang).
Berkaitan dengan ketiga faktor tersebut, menurut
Soetiadji, (1986;23), ternyata terdapat kaitan antara ketinggian lubang cahaya
dengan tingkat/derajat penyinaran pada ruangan. ketinggian lubang cahaya
ternyata lebih berperan dalam menentukan derajat/tingkat penyinaran ruang
dibandingkan dengan kelebaran (dimensi horisontal) lubang cahaya.
Ungkapan diatas bisa dijabarkan lebih jelas sebagai
berikut:
1. Bahwa
walaupun lubang cahaya sudah cukup lebar, namun apabila ketinggian lubang
tersebut kurang memenuhi syarat, tidak akan menghasilkan tingkat
penyinaran ruang yang efektif.
2. Makin
tinggi lubang cahaya, akan makin efektif tingkat penyinaran yang dihasilkan
pada suatu ruang.
Sedangkan pengaruh
antara panjang/lebar oversteck dimuka lubang cahaya terhadap derajat/tingkat
penyinaran didalam ruang. oversteck dimuka lubang cahaya sangat
mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran pada suatu ruang, dengan demikian perlu
perhitungan yang matang dalam perencanaan oversteck diatas/dimuka
lubang cahaya, supaya tidak merugikan kwalitas penyinaran pada ruang tersebut
4.
Radiasi Panas
Sinar Matahari.
Disamping
memancarkan sinar/cahaya, matahari juga akan mengeluarkan panas. Panas inilah
yang harus ditanggulangi dalam upaya perancangan bangunan, setidak-tidaknya
dikurangi sehingga suhu ruangan bisa sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa pemikiran perancangan ruang sebagai upaya
untuk mengurangi efek panas yang disebabkan oleh radiasi panas sinar matahari
adalah berdasarkan suatu prinsip memasang lubang cahaya didaerah
bayang-bayang/bias cahaya matahari.
Aplikasinya dalam
ungkapan fisik sebagai berikut:
1. Memasang tabir sinar matahari pada bagian luar
ruang/lubang cahaya. Cara ini bisa mereduksi radiasi panas sebesar 90 – 95 %
2. Memasang tabir sinar matahari dibagian dalam
ruang/lubang cahaya. Cara ini dapat mereduksi radiasi panas sinar matahari
sebesar 60 – 70 %
Tabir sinar matahari bisa berupa tabir
horisontal (horizontal blind), atau tabir sinar matahari
vertikal (vertical blind), yang pemasangannya bisa dengan cara
pemasangan dengan bentuk permanen, atau yang bersifat adjustable/moveable,
yang bisa diatur sesuai kebutuhan.
Pada penerapannya dalam ungkapan fisik, fungsi
tabir sinar matahari bisa berfungsi ganda, yaitu disamping sebagai sarana untuk
mereduksi radiasi panas sinar matahari, juga sebagai sarana pengatur
derajat/tingkat penyinaran ruang, dengan demikian sebaiknya tabir sinar
matahari tersebut diberi warna yang terang/cerah untuk dapat memberi effek bias
yang maksimal.
Pencahayaan
alami Pencahayaan alami adalah pemanfaatan cahaya yang berasal dari benda
penerang alam seperti matahari, bulan, dan bintang sebagai penerang ruang.
Karena berasal dari alam, cahaya alami bersifat tidak menentu, tergantung pada
iklim, musim, dan cuaca. Di antara seluruh sumber cahaya alami, matahari
memiliki kuat sinar yang paling besar sehingga keberadaanya sangat bermanfaat
dalam penerangan dalam ruang. Cahaya matahari yang digunakan untuk penerangan
interior disebut dengan daylight. (Esa D, Purnama., Firtatwentyna N, Poppy.
2011)
Faktor pencahayaan alami pada bangunan
rumah tinggal
Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat
pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan
terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka, yang merupakan
ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut. Faktor pencahayaan alami siang
hari terdiri dari 3 komponen meliputi:
a.
Komponen
langit (faktor langit-f1), komponen pencahayaan yang berasal langsung dari
cahaya langit.
b.
Komponen
refleksi luar (faktor refleksi luar-frl), komponen pencahayaan yang berasal
dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan.
c.
Komponen
refleksi dalam (faktor refleksi dalam-frd), komponen pencahayaan yang berasal
dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke
dalam ruangan akibat refleksi benda-benda di luar ruangan maupun dari cahaya
langit. (Peraturan Instalasi SNI 03-6575-2001).
Teknik pencahayaan alami pada bangunan
Adapun
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memasukkan cahaya matahari saja ke
dalam rumah dengan mengurangi panas yang masuk dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu (Esa D, Purnama., Firtatwentyna N, Poppy. 2011) :
1.
Memperbesar
bukaan
Memperbesar
dimensi bukaan (jendela dan pintu) secara otomatis akan memperbesar area
masuknya cahaya dan pertukaran udara. Umumnya luas bukaan jendela adalah 1/6 -
1/8 luas lantai ditambah bovenlist sedikitnya 1/3 kali luas bidang jendela.
Secara keseluruhan bukaan ideal mencapai 40 – 80% luas keseluruhan dinding atau
10 – 20% luas keseluruhan lantai. Pada bukaan berupa jendela, intensitas
pencahayaan alami yang masuk ditentukan oleh jenis kaca yang dipakai. Contoh
kasus : Rumah di Salt Lake City milik Christi dan Trent Thorn. “Rumah tua kami,
sebuah bungalow tahun 1909, seperti lubang Hobbit yang tak ada cahayanya,” kata
Christi. “Kami bertekad untuk menghadirkan pencahayaan dari langit dan memasang
jendela besar yang menghadap ke selatan dan timur, pusat cahaya terbaik yang
sampai ke rumah.”
2.
Skylight
Skylight
secara umum adalah bukaan yang terdapat di langit-langit ruangan. Bukaan ini
dapat berupa jendela horizontal, roof lantern (istilah untuk kaca yang disusun
sedemikian rupa sehingga menyerupai rumah lentera yang diletakkan di plafon),
dan oculus (bukaan berbentuk lingkaran yang lazim ditemui di arsitektur abad
16). Bentuk Simposium Nasional RAPI XVI – 2017 FT UMS ISSN 1412-9612 381 yang
lazim digunakan di perumahan Surabaya adalah jendela horizontal dan adaptasi
oculus. Fungsi utamanya adalah memasukkan cahaya alami dari atas sehingga
menimbulkan kesan seperti di luar ruangan. Penggunaan skylight cenderung lebih
menguntungkan dibandingkan bukaan pada sisi vertikal karena skylight memiliki
beberapa keunggulan yaitu: · Skylight menciptakan kesan
terbuka ke dalam ruang. · Skylight memaksimalkan pemasukan
cahaya alami 5 kali lipat lebih besar dari bukaan biasa. ·
Cahaya yang masuk lebih dapat didistribusikan keseluruh ruang dengan lebih
merata. Contoh kasus : Ketika merenovasi rumah Victoria tahun 1918 mereka di
London, Alexander memutuskan untuk memperpanjang rumah, menambahkan bagian baru
dengan langit-langit dan kaca pintu yang membuka ke taman. “Jendela kaca besar
membuat perbedaan ketika hari begitu kelabu dan gelap selama musim dingin,”
kata Monique. “Itu membuat saya merasa seperti tidak sedang berada di London.”
3.
Louvre
dan kanopi
Louvre
dan kanopi merupakan salah satu alternatif untuk menghalau panas matahari masuk
ke dalam ruangan. Louvre adalah bahan berupa sirip yang diatur dengan jarak
tertentu untuk menghalangi cahaya matahari langsung. Namun, louvre dapat
memantulkan cahaya matahari ke dalam ruang sehingga hanya sinar matahari yang
masuk dalam ruang. Ada 2 macam louvre, yaitu horizontal louvre (efektif saat
matahari berada tinggi di langit, untuk dinding yang menghadap selatan) dan
vertikal louvre (efektif saat matahari rendah, untuk dinding yang menghadap
barat).
Adapun
ini adalah lima strategi dalam merancang untuk pencahayaan matahari yang
efektif (Egan & Olgyay, 1983) :
1.
Naungan
(shade). Naungi bukaan pada bangunan untuk mencegah silau (glare) dan panas
yang berlebihan kerena terkena cahaya matahari langsung.
2.
Pengalihan
(redirect). Alihkan dan arahkan cahaya matahari ketempat-tempat yang
diperlikan. Pembagian cahaya yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan adalah inti
dari pencahayaan yang baik.
3.
Pengendalian
(control). Kendalikan jumlah cahaya yang masuk ke dalam ruang sesuai dengan
kebutuhan dan pada waktu yang diinginkan. Jangan terlalu banyak memasukkan
cahaya ke dalam ruang, terkecuali jika kondisi untuk visual tidaklah penting
atau ruangan tersebut memang membutuhkan kelebihan suhu dan cahaya tersebut
(rumah kaca).
4.
Efisiensi.
Gunakan cahaya secara efisien, dengan membentuk ruang dalam sedemikian rupa
sehingga terintegrasi dengan pencahayaan dan menggunakan material yang dapat
merefleksikan cahaya dengan baik. Sehingga cahaya dapat disalurkan dengan lebih
baik dan dapet mengurangi jumlah cahaya yang masuk dan diperlukan.
5.
Intergrasi.
Integrasikan bentuk pencahayaan dengan arsitektur bangunan tersebut. Karena
jika bukaan untuk masuk cahaya matahari tidak mengisi sebuah peranan dalam
arsitektur bangunan tersebut, bukaan itu cenderung akan ditutupi dengan tirai
atau penutup lainnya dan akan kehilangan fungsinya.(Lam, 1986).
Berdasarkan
kajian beberapa literatur mengenai optimasi pencahayaan alami pada interior
rumah tinggal, teknik-teknik yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut
dapat diringkas menjadi beberapa poin penting, diantaranya :
1.
Faktor
pencahayaan alami siang hari
•
yaitu
perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di
dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan
terbuka, yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut
•
komponen-komponen
penentu (komponen langit, komponen refleksi dalam, komponen refleksi luar)
dapat disesuaikan dan diatur sesuai dengan pencahayaan yang optimal dalam
interior rumah tinggal
2.
Teknik
pencahayaan alami Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memasukkan
cahaya matahari saja ke dalam rumah dengan mengurangi panas yang masuk ke dalam
interior rumah
•
Memperbesar
dimensi bukaan (jendela dan pintu) secara otomatis akan memperbesar area
masuknya cahaya dan pertukaran udara. Umumnya luas bukaan jendela adalah 1/6 -
1/8 luas lantai ditambah bovenlist sedikitnya 1/3 kali luas bidang jendela.
Secara keseluruhan bukaan ideal mencapai 40 – 80% luas keseluruhan dinding atau
10 – 20% luas keseluruhan lantai.
•
Aplikasi
skylight pada plafon rumah Skylight secara umum adalah bukaan yang terdapat di
langit-langit ruangan. Bukaan ini dapat berupa jendela horizontal, roof lantern
(istilah untuk kaca yang disusun sedemikian rupa sehingga menyerupai rumah
lentera yang diletakkan di plafon), dan oculus (bukaan berbentuk lingkaran yang
lazim ditemui di arsitektur abad 16). Bentuk yang lazim digunakan di perumahan
Surabaya adalah jendela horizontal dan adaptasi oculus. Fungsi utamanya adalah
memasukkan cahaya alami dari atas sehingga menimbulkan kesan seperti di luar
ruangan.
•
Penggunaan
Louvre dan Kanopi Louvre dan kanopi merupakan salah satu alternatif untuk
menghalau panas matahari masuk ke dalam ruangan. Louvre adalah bahan berupa
sirip yang diatur dengan jarak tertentu untuk menghalangi cahaya matahari
langsung. Namun, louvre dapat memantulkan cahaya matahari ke dalam ruang
sehingga hanya sinar matahari yang masuk dalam ruang. Ada 2 macam louvre, yaitu
horizontal louvre (efektif saat matahari berada tinggi di langit, untuk dinding
yang menghadap selatan) dan vertikal louvre (efektif saat matahari rendah,
untuk dinding yang menghadap barat).
•
Naungan
(shade) Naungi bukaan pada bangunan untuk mencegah silau (glare) dan panas yang
berlebihan karena terkena cahaya matahari langsung.
•
Pengalihan
(redirect). Alihkan dan arahkan cahaya matahari ketempat-tempat yang
diperlikan. Pembagian cahaya yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan adalah inti
dari pencahayaan yang baik.
•
Pengendalian
(control). Kendalikan jumlah cahaya yang masuk ke dalam ruang sesuai dengan
kebutuhan dan pada waktu yang diinginkan. Jangan terlalu banyak memasukkan
cahaya ke dalam ruang, terkecuali jika kondisi untuk visual tidaklah penting
atau ruangan tersebut memang membutuhkan kelebihan suhu dan cahaya tersebut
(rumah kaca).
•
Efisiensi
Gunakan cahaya secara efisien, dengan membentuk ruang dalam sedemikian rupa
sehingga terintegrasi dengan pencahayaan dan menggunakan material yang dapat
merefleksikan cahaya dengan baik. Sehingga cahaya dapat disalurkan dengan lebih
baik dan dapet mengurangi jumlah cahaya yang masuk dan diperlukan.
•
Intergrasi
Integrasikan bentuk pencahayaan dengan arsitektur bangunan tersebut. Karena
jika bukaan untuk masuk cahaya matahari tidak mengisi sebuah peranan dalam
arsitektur bangunan tersebut, bukaan itu cenderung akan ditutupi dengan tirai
atau penutup lainnya dan akan kehilangan fungsinya.(Lam, 1986).
Alat Peraga Rumah Model Berkarakter Arsitektur Tropis
Salah
satu diantara banyak alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena
kondisi alam atau iklim di mana manusia berada, tidak selalu dapat menunjang
aktifitas yang dilakukannya secara baik. Kadangkala alam menurunkan hujan
lebat, memberikan sengatan matahari yang sangat tajam, atau menghembuskan angin
yang terlalu keras. Sementara aktifitas manusia yang sangat bervariasi
memerlukan kondisi iklim tertentu di sekitarnya yang bervariasi pula.
Dr. Ir.
Eddy Prianto, CES., DEA., Dosen Arsitektur Fakultas Teknik Bidang Ilmu
Teknologi Bangunan (Thermal, Energi, Comfort dan Simulasi Model) dan Bharoto,
S.T., M.T. (Dosen Arsitektur Bidang Ilmu Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitektur)
menciptakan alat peraga Rumah Model berkarakter Arsitektur Tropis berdimensi
1.00m x 1.00m x 1.00m.
Menurut Dr. Eddy, Alat Peraga Model
Rumah Putar tersebut telah dibangun sejak tahun 2010, berlokasi di halaman
kampus Arsitektur Universitas Diponegoro. Selain itu alat peraga ini diharapkan
dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan hingga eksperimental in-situ pada
sivitas akademik Departemen Arsitektur FT Undip secara khusus dan seluruh
akademis ranah arsitek secara umum.
“Beberapa
contoh penggunaannya adalah sebagai alat media peraga miniatur berdasarkan
permasalahan Arsitektur yang menjadi persoalan di masyarakat misalnya ketika
perumahan sedang ramai-ramainya dengan trend pemakaian batu alam. Kita mengkaji
batu alam jenis apa yang tepat untuk rumah di kota Semarang. Saat
marak-maraknya pemakaian cat bercolor pada façade rumah, kita juga mengkaji
warna apa yang memberi dampak efisiensi energi untuk rumah di Semarang. Selain
itu tentang Green Bangunan, kita pun mengkaji tanaman rambat dan desain seperti
apa yang cocok untuk rumah-rumah di Semarang” tuturnya.
“Secara
prinsip alat model ini tersusun dari tiga elemen konstruksi sebuah bangunan
pada umumnya, yaitu kepala, badan, dan kaki. Element kepala berupa atap yang
dibuat dari material dan bentuk sesuai parameter yang dikehendaki, elemen badan
berupa dinding yang tersusun dari pasangan bata 0.05m x 0.11m x 0.25m dengan
batu bata ukuran reel yang dilengkapi lubang inlet dan outlet untuk kondisi
yang mempresentasikan porosite bangunan hunian daerah tropis, dimana pada
bidang ini jenis lapisan dinding, komposisi, finishing bahkan bahan dindingnya
dapat di modelisasi sesuai parameter yang dikehendaki. Sedangkan bagian kaki
berupa lantai beton yang dilapisi pasangan keramik dan roda yang ditempatkan
pada rel berbentuk lingkaran, sehingga bangunan model ini dapat diputar sejauh
360 derajat” tuturnya.
Pada
saat pengukuran terkait termal interior bangunan terhadap model rumah
miniature, data suhu udara dan kelembaban udara didapat dengan menggunakan alat
ukur bernama thermo-hygrometer, baik dengan metode manual maupun digital.
Misalnya di ukur dari pukul 06.00 hingga 18.00 dibawah pancaran sinar matahari
langsung. Agar model selalu terpapar sinar matahari sepanjang hari secara
optimal/kondisi ekstrim, maka model rumah miniatur harus diputar mengikuti arah
gerak sinar matahari. Artinya, diawal pengukuran (pagi) model akan dihadapkan
ke arah Timur dan diakhir pengukuran pk 18.00, posisi model akan menghadap
kearah Barat. Kini dengan perkembangan alat ukur, maka pengukuran selama 24jam
full dan selama beberapa hari dapat dilakukan dengan penggunaan alat
datalogger.
Lebih
lanjut Dr. Eddy mengatakan bentuk alat peraga rumah model tidak hanya
memperhatikan peluang munculnya prototipe untuk masa depan, akan tetapi juga
berpijak pada model-model yang eksis dalam kesejarahan arsitektur di
Indonesia/di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dengan demikian prototipe
untuk masa depan dapat memanfaatkan prinsip-prinsip yang terdapat pada model
masa lalu, sehingga terwujudlah rancangan yang tetap kontekstual dan
berkelanjutan.
“Pada
umumnya pelaksanaan pengukuran dilakukan minimal selama minimal 24 jam dengan
durasi pencatatan tiap 5 menit hingal 30 menit.. Dua pertimbangan teknis
terkait durasi pengukuran apabila kondisi cuaca lingkungan (iklim mikro dan
iklim makro kota Semarang stabil, maka durasi pengukuran bisa cukup 1 sampai 2
hari). Namun bilamana sebaliknya, maka durasi pengukuran bisa sampai 7 hari
atau seminggu. Kondisi pengukuran yang berkelanjutan (siang dan malam)
merupakan data yang dapat digunakan dalam tahapan penganalisaan” terang Dr.
Eddy.
“Dengan
keberadaan Rumah Model ini, kolaborasi antar keragaman matakuliah di internal
department Arsitektur terus kami kembangkan. Secara khusus dari aspek teknologi
bangunan Arsitektur, diharapkan akan selalu membuka peluang baik untuk dosen
dan mahasiswa serta para ilmuwan lain untuk saling melengkapi, mengkrtisi
bahkan mengembangkan secara lintas disiplin ilmu” pungkasnya. (Lin-Humas)
Rumah model ini diciptakan oleh Ketua Laboratorium Teknologi Bangunan
Arsitektur Dr.Ir. Eddy Prianto, CES., DEA dan Bharoto, ST, MT sejak tahun 2011
yang diciptakan untuk merespon solusi desain bangunan yang tanggap terhadap
efesiensi energi diawal tahun 2000an. Efisiensi yang dimaksud adalah bagaimana
suatu bangunan yang dapat menanggapi respon lingkungan dan bagaimana lingkungan
merespon bangunan itu sendiri.
Rumah model ini di bangun tepat di pintu masuk kampus dekat parkiran
motor Gedung departemen arsitektur fakultas teknik universitas diponegoro.
Bentuk rumah model ini sederhananya memiliki tiga komponen penting suatu
bangunan yaitu kepala atau atap, badan atau tembok rumah itu sendiri dan juga
kaki atau pondasi, namum pada rumah mode ini kaki terdapat pada penyangga rumah
model itu sendiri yang berbentuk kaki roda yang bisa diputar 360 derajat
horizontal untuk praktek penyesuaian respon penerimaan cahaya alami atau cahaya
matahari.
Rumah model ini memiliki sifat yang dinamis, sederhana, murah, dan
praktis dalam pembuatannya dan juga penggunaannya. Rumah Model ini akan dikenai
sinar matahari selama 12 jam per-hari untuk mengukur bagaimana respon suatu
bangunan kepada pencahayaan alami yaitu matahari. Tentunya, elemen dan
perhitungan telah dilakukan secara terstruktur serta tepat sasaran, yaitu
lubang jendela yang ada di 2 sisi samping rumah. Juga bentuk atap yang dibuat
segitiga yang mempengaruhi cahaya masuk ke dalaam rumah melalui jendela yang
telah disediakan.
Dan
sayangnya kabar buruk bagi kami warga
arsitektur Universitas Diponegoro rumah model ini harus di hancurkan
untuk kebutuhan lahan taman baru
Komentar
Posting Komentar